PROSES KREATIF DEWI LESTARI
Dewi
Lestari, yang biasa akrab disebut Dee Lestari adalah seorang penulis yang
berasal dari Indonesia yang lahir di Bandung, 20
Januari 1976. Karya-karyanya sangat dekat dengan hati para pembaca. Dari
karya-karyanya, Dee dikenal memiliki ketajaman berpikir dan analisis yang
tinggi. Dee awalnya bukanlah seorang penulis, melainkan seorang penyanyi. Dee
pun beralih dari profesi bernyanyi kepada dunia tulis-menulis.
Karena
Dee awalnya adalah seorang penyanyi, Dee menganggap popularitas awal buku
karyanya cukup dipengaruhi oleh sosoknya yang adalah seseorang yang mengambil
bagian dalam media hiburan. Jadi ketika awal Dee menulis buku, Dee mendaapatkan
liputan media hiburan, yang penulis-penulis lain mungkin tidak dapatkan. Tapi
pada akhirnya, isi tulisanlah yang berpengaruh pada laris atau tidaknya buku.
Dee menambahkan, apabila hanya faktor sensasi, maka tidak akan bertahan lama,
karena orang-orang membeli buku karena isi. Dee berkata, mungkin Dee menulis
sesuatu yang dapat dimengerti dan dihidupi oleh banyak orang.
Novel
pertama yang diterbitkan pada tahun 2001 berjudul Supernova: Ksatria, Putri, dan Bintang Jatuh sukses
dan berhasil menarik perhatian para penggemar. Saat ini Dee sudah banyak
menerbitkan buku-buku karyanya, seperti Supernova Dua dengan judul Akar pada 16 Oktober 2002,
Supernova Tiga dengan judul Petir pada 2005, Rectoverso pada 2008, Perahu
Kertas pada tahun 2009 yang akhirnya juga dijadikan film, serta lanjutan serial
Supernova yang berjudul Partikel pada tahun 2012. Karya-karyanya konsisten dan
berprinsip. Mungkin karena itulah, Dee Lestari sangat disukai oleh banyak
sekali pembaca. Dee Lestari ternyata juga menyenangi filosofi, dapat diketahui
dari bukunya yang berjudul Filosofi Kopi pada tahun 2006.
Bagi Dee, menulis adalah suatu kebutuhan, sehingga Dee menyebutkan
bahwa menulis sifatnya adalah theurapetic.
Sama seperti kebutuhan untuk berkomunikasi, begitulah kebutuhan Dee dalam
menulis. Dee berkata, dalam menulis yang diajak berkomunikasi adalah diri
sendiri dan ala kreativitas. Sebagian besar dari karya Dee Lestari diambil dari
perenungan, Dee mengatakan bahwa seorang penulis
memang harus menjadi pengamat yang baik. Dee mulai menulis sedari kecil.
Tepatnya ketika ia masih kelas 5 SD. Karyanya waktu itu adalah tulisan berjudul
“Rumahku indah sekali” namun sayang sekali, tulisan itu tidak diselesaikan
karena buku catatan Dee sudah habis kala itu. Sedari dulu Dee memang punya
dorongan kuat untuk mengkhayal, membayangkan dunia lain, menyusun alur cerita,
dan sebagainya. Dee memiiki kakak-kakak yang memang senang membaca, dari
situlah Dee kebagian untuk membaca buku-buku mereka. Hal tersebut jugalah yang
mendorong Dee untuk menulis fiksi.
Dalam proses menjadi penulis, Dee menemukan dan mengalami banyak
keajaiban. Meskipun Dee bukanlah lulusan pendidikan sastra, namun kecintaan dan
tekadnya terhadap dunia menulis berhasil mengantarkan Dee ditempat dimana Dee
berada sekarang. Dee memiliki prinsip jangan pernah meremehkan sebuah tulisan
dan harus berani dalam menulis. Menurutnya, karya itu seolah-olah punya garis
takdir, degup kehidupan, dan keinginan sendiri.
Dalam dunia kepenulisan Dee Lestari, Dee berkata bahwa ada
penulis-penulis yang berpengaruh baginya, seperti Sapardi Djoko Damono karena
berpengaruh dalam penulisan lirik dan membuat irama kata. Dee juga menyukai
Seno Gumira Ajidarma, karena mampu membuat tulisan yang hidup dan Ayu Utami,
karena ketekunannya dalam mengulik bahasa.
Saat ini saat Dee Lestari ingin menulis, Dee mengaku sengaja
menyisihkan waktu subuh-subuh sebelum orang-orang di rumahnya terbangun. Bagi
Dee, syarat utama menulis, terlepas pagi atau malam, adalah keheningan dan
tidak diganggu. Jadi kapanpun Dee memiliki kualitas waktu tersebut, akan
dimanfaatkannya untuk menulis. Dee juga ternyata menyenangi tempat-tempat sepi
untuk menulis karena distraksinya rendah. Namun Dee berkata, apabila terpaksa,
Dee bisa juga menulis di tempat yang ramai yang penting tidak diajak ngobrol
dan diinterupsi. Ketika Dee sudah mengalir didalam proses kreatif, Dee mengaku
bahwa ia sudah tidak perduli dengan keadaan sekitarnya.
Dee berkata, jika sedang menulis ia tidak sambil mendengarkan
musik. Berbeda dengan beberapa tahun sebelumnya dimana ia sempat menyukai
menulis sambil mendengarkan musik. Dee berkata tidak memiliki masalah dengan
ada atau tidaknya musik ketika sedang menulis, asal musiknya adalah musik
instrumental, karena jika memakai musik yang berlirik, bisa mendistraksi.
Dalam menulis karya-karyanya, tentu saja Dee pernah mengalami
waktu-waktu dimana kemacetan saat menulis terjadi. Dee mengatakan bahwa
seringkali, ia membiarkan saja writer’s
block tersebut hilang dengan sendirinya. Disaat-saat seperti itu, Dee lebih
senang untuk memanfaatkan waktunya untuk beristirahat. Menurut Dee, menulis
menguras stamina mental dan batin, jadi ketika writer’s block terjadi, Dee
memilih untuk tidak memikirkan tulisannya dahulu dan memikirkan hal-hal yang
lain. Dee percaya bahwa jika idenya kuat, maka ide tersebut akan kembali. Jika
idenya tidak kuat, Dee akan mencari ide-ide yang baru. Jadi menurut Dee, konsep ‘survival of the fittest’ itu juga berlaku untuk masalah ide.
Bagi Dee, penulis yang baik adalah penulis yang mau memperkaya referensi
dan berani bereksperimen, juga yang jujur pada dirinya sendiri dan berkomitmen
untuk terus berkarya.
Sampai
saat ini, Dee Lestari masih dalam proses penulisan karya-karyanya yang lain.
Semoga Dee Lestari terus dapat berkarya bagi sastra Indonesia.
terimakasih info nya sangat bermanfaat, jangan lupa kunjungi kami http://bit.ly/2wFUPf3
BalasHapus