Proses Adhitya Mulya Melahirkan Buku
Menulis buku merupakan sebuah proses kreatif seseorang dalam menuangkan ide dan gagasan yang dikemas sedemikian rupa sehingga menarik bagi pembaca. Tentunya hal ini bukanlah hal sepele, karena memerlukan proses yang panjang untuk mengembangkan ide cerita hingga menyelesaikannya dalam bentuk sebuah buku. Dalam proses panjang tersebut, tentu ada cara-cara maupun kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh si penulis hingga karya mereka rampung. Dalam tulisan ini, saya akan menceritakan bagaimana proses kreatif dari seorang penulis kelahiran kota Medan yang bernama Adhitya Mulya.
Berprofesi sebagai Trade Analyst di sebuah perusahaan swasta, tidak membuat Adhitya Mulya berhenti untuk berkarya dalam bentuk tulisan. Beliau mengakui bahwa pekerjaan utamanya cukup menguras banyak tenaga, tetapi beliau tidak mengurungkan niatnya untuk terus menulis. "Menulis merupakan karya seni," paparnya. Karena itu, beliau menganggap menulis itu tidak bisa diberi deadline. Terutama ketika menulis komedi, pemberian deadline akan membuat lelucon-leluconnya tidak segar lagi.
Adhitya Mulya selalu menulis saat malam hari. Alasannya karena beliau tidak bisa menulis jika banyak distraksi. Jadi, beliau harus menunggu malam tiba, ketika kedua anaknya sudah pergi tidur. Sayangnya, kebiasaan menulis di malam hari ini membuat beliau kurang tidur dan mengakibatkan kebotakan pada dirinya.
Beberapa hasil proses kreatif beliau yang sudah diterbitkan menjadi buku adalah Jomblo: Sebuah Komedi Cinta (2003), Gege Mengejar Cinta (2005), Kejar Jakarta (2005), Travelers' Tale, Belok Kanan: Barcelona! (2007), Kepada Cinta: True Love Keeps No Secret (2009), Empat Musim Cinta (2010), Catatan Mahasiswa Gila (2011), The Journeys (2011), Mencoba Sukses (2012), Sabtu Bersama Bapak (2014). Meskipun sudah banyak karya yang beliau hasilkan, lulusan teknik sipil ITB tahun 1996 ini belum merasa puas. Beliau menargetkan menghasilkan 1 buku setiap 2 tahun.
Menurut Adhit, menulis itu harus diawali dengan kepemilikan jiwa bercerita. Dengan memiliki jiwa bercerita, menulis pun jadi lebih menarik untuk dilakukan dan dinikmati. Selain dari itu, beliau terbiasa menentukan ending dari sebuah cerita terlebih dahulu. Dengan mengetahui akhiran dari kisah yang ditulisnya, akan lebih mudah untuk menentukan jalan kisah pendukung dari akhiran yang dibuat. Dengan adanya tujuan yang jelas, kita juga akan lebih mudah untuk mencari cara yang tepat untuk mencapai tujuan tersebut.
Penulis sehandal Adhitya Mulya pun tidak luput dari kritikan pedas dari orang-orang sekitar. Namun, beliau berpendapat bahwa semua kritik itu baik. Seorang penulis sudah sebaiknya menghindari sindrom 'figure blind', yaitu perasaan subjektif terhadap karyanya yang merasa karyanya tidak ada cacat cela. Lebih baik mendapat kritik selagi karya kita masih dalam bentuk draft, daripada mendapat kritikan dari media ketika sudah menjadi buku.
Demikian proses kreatif Adhitya Mulya dalam menciptakan karya-karyanya. Dari hasil research saya akan proses kreatif beliau, banyak hal yang saya pribadi pelajari, mulai dari hal-hal teknis sampai kepada nasihat-nasihat yang berguna bagi saya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar